Jurnalistik Dan Infotainment
by Sony Sinungan on, 3 November 2010 at 5:46
Jurnalistik merupakan suatu bidang media yang dibentuk oleh seorang wartawan dan disebut sebagai suatu karya media yang berbentuk informasi. Jurnalis adalah sebuah pekerjaan yang digeluti oleh wartawan media, entah itu media cetak, elektronik maupun media online. Jurnalis ibaratnya merupakan suatu alat untuk menyebarkan berita yang sedang hangat dibicarakan atau baru saja terjadi atau berita yang berkelanjutan seperti kasus-kasus di Indonesia pada umumnya.
Kode etik jurnalistik, adalah rambu-rambu yang harus di taati oleh wartawan media manapun. Bahwa, seorang wartawan dituntut untuk menjalani kode etik tersebut. Sudah ada dalam undang-undang kewartawanan bahwa wartawan harus menyebarkan informasi selengkap-lengkapnya, tidak menyiarkan berita bohong, tidak memberikan pendapatnya sendiri dalam beritanya serta berimbang. Adapun pasal-pasal kode etik tersebut adalah:
Pasal 1
Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk.
Penafsiran
1. Independen berarti memberitakan peristiwa atau fakta sesuai dengan suara hati nurani tanpa campur tangan, paksaan, dan intervensi dari pihak lain termasuk pemilik perusahaan pers.
2. Akurat berarti dipercaya benar sesuai keadaan objektif ketika peristiwa terjadi.
3. Berimbang berarti semua pihak mendapat kesempatan setara.
4. Tidak beritikad buruk berarti tidak ada niat secara sengaja dan semata-mata untuk menimbulkan kerugian pihak lain.
Pasal 2
Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik.
Penafsiran
Cara-cara yang profesional adalah:
1. menunjukkan identitas diri kepada narasumber;
2. menghormati hak privasi;
3. tidak menyuap;
4. menghasilkan berita yang faktual dan jelas sumbernya;
5. rekayasa pengambilan dan pemuatan atau penyiaran gambar, foto, suara dilengkapi dengan keterangan tentang sumber dan ditampilkan secara berimbang;
6. menghormati pengalaman traumatik narasumber dalam penyajian gambar, foto, suara;
7. tidak melakukan plagiat, termasuk menyatakan hasil liputan wartawan lain sebagai karya sendiri;
8. penggunaan cara-cara tertentu dapat dipertimbangkan untuk peliputan berita investigasi bagi kepentingan publik.
Pasal 3
Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah.
Penafsiran
1. Menguji informasi berarti melakukan check and recheck tentang kebenaran informasi itu.
2. Berimbang adalah memberikan ruang atau waktu pemberitaan kepada masing-masing pihak secara proporsional.
3. Opini yang menghakimi adalah pendapat pribadi wartawan. Hal ini berbeda dengan opini interpretatif, yaitu pendapat yang berupa interpretasi wartawan atas fakta.
4. Asas praduga tak bersalah adalah prinsip tidak menghakimi seseorang.
Pasal 4
Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul.
Penafsiran
1. Bohong berarti sesuatu yang sudah diketahui sebelumnya oleh wartawan sebagai hal yang tidak sesuai dengan fakta yang terjadi.
2. Fitnah berarti tuduhan tanpa dasar yang dilakukan secara sengaja dengan niat buruk.
3. Sadis berarti kejam dan tidak mengenal belas kasihan.
4. Cabul berarti penggambaran tingkah laku secara erotis dengan foto, gambar, suara, grafis atau tulisan yang semata-mata untuk membangkitkan nafsu birahi.
5. Dalam penyiaran gambar dan suara dari arsip, wartawan mencantumkan waktu pengambilan gambar dan suara.
Pasal 5
Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan.
Penafsiran
1. Identitas adalah semua data dan informasi yang menyangkut diri seseorang yang memudahkan orang lain untuk melacak.
2. Anak adalah seorang yang berusia kurang dari 16 tahun dan belum menikah.
Pasal 6
Wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap.
Penafsiran
1. Menyalahgunakan profesi adalah segala tindakan yang mengambil keuntungan pribadi atas informasi yang diperoleh saat bertugas sebelum informasi tersebut menjadi pengetahuan umum.
2. Suap adalah segala pemberian dalam bentuk uang, benda atau fasilitas dari pihak lain yang mempengaruhi independensi.
Pasal 7
Wartawan Indonesia memiliki hak tolak untuk melindungi narasumber yang tidak bersedia diketahui identitas maupun keberadaannya, menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang, dan “off the record” sesuai dengan kesepakatan.
Penafsiran
1. Hak tolak adalak hak untuk tidak mengungkapkan identitas dan keberadaan narasumber demi keamanan narasumber dan keluarganya.
2. Embargo adalah penundaan pemuatan atau penyiaran berita sesuai dengan permintaan narasumber.
3. Informasi latar belakang adalah segala informasi atau data dari narasumber yang disiarkan atau diberitakan tanpa menyebutkan narasumbernya.
4. “Off the record” adalah segala informasi atau data dari narasumber yang tidak boleh disiarkan atau diberitakan.
Pasal 8
Wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, dan bahasa serta tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa atau cacat jasmani.
Penafsiran
1. Prasangka adalah anggapan yang kurang baik mengenai sesuatu sebelum mengetahui secara jelas.
2. Diskriminasi adalah pembedaan perlakuan.
Pasal 9
Wartawan Indonesia menghormati hak narasumber tentang kehidupan pribadinya, kecuali untuk kepentingan publik.
Penafsiran
1. Menghormati hak narasumber adalah sikap menahan diri dan berhati-hati.
2. Kehidupan pribadi adalah segala segi kehidupan seseorang dan keluarganya selain yang terkait dengan kepentingan publik.
Pasal 10
Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, dan atau pemirsa.
Penafsiran
1. Segera berarti tindakan dalam waktu secepat mungkin, baik karena ada maupun tidak ada teguran dari pihak luar.
2. Permintaan maaf disampaikan apabila kesalahan terkait dengan substansi pokok.
Pasal 11
Wartawan Indonesia melayani hak jawab dan hak koreksi secara proporsional.
Penafsiran
1. Hak jawab adalah hak seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya.
2. Hak koreksi adalah hak setiap orang untuk membetulkan kekeliruan informasi yang diberitakan oleh pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang lain.
3. Proporsional berarti setara dengan bagian berita yang perlu diperbaiki.
Penilaian akhir atas pelanggaran kode etik jurnalistik dilakukan Dewan Pers. Sanksi atas pelanggaran kode etik jurnalistik dilakukan oleh organisasi wartawan dan atau perusahaan pers.
Jakarta, Selasa, 14 Maret 2006
Kami atas nama organisasi wartawan dan organisasi perusahaan pers Indonesia:
1. Aliansi Jurnalis Independen (AJI)-Abdul Manan
2. Aliansi Wartawan Independen (AWI)-Alex Sutejo
3. Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI)-Uni Z Lubis
4. Asosiasi Wartawan Demokrasi Indonesia (AWDI)-OK. Syahyan Budiwahyu
5. Asosiasi Wartawan Kota (AWK)-Dasmir Ali Malayoe
6. Federasi Serikat Pewarta-Masfendi
7. Gabungan Wartawan Indonesia (GWI)-Fowa’a Hia
8. Himpunan Penulis dan Wartawan Indonesia (HIPWI)-RE Hermawan S
9. Himpunan Insan Pers Seluruh Indonesia (HIPSI)-Syahril
10. Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI)-Bekti Nugroho
11. Ikatan Jurnalis Penegak Harkat dan Martabat Bangsa (IJAB HAMBA)-Boyke M. Nainggolan
12. Ikatan Pers dan Penulis Indonesia (IPPI)-Kasmarios SmHk
13. Kesatuan Wartawan Demokrasi Indonesia (KEWADI)-M. Suprapt
14. Komite Wartawan Reformasi Indonesia (KWRI)-Sakata Barus
15. Komite Wartawan Indonesia (KWI)-Herman Sanggam
16. Komite Nasional Wartawan Indonesia (KOMNAS-WI)-A.M. Syarifuddin
17. Komite Wartawan Pelacak Profesional Indonesia (KOWAPPI)-Hans Max Kawengian
18. Korp Wartawan Republik Indonesia (KOWRI)-Hasnul Amar
19. Perhimpunan Jurnalis Indonesia (PJI)-Ismed hasan Potro
20. Persatuan Wartawan Indonesia (PWI)-Wina Armada Sukardi
21. Persatuan Wartawan Pelacak Indonesia (PEWARPI)-Andi A. Mallarangan
22. Persatuan Wartawan Reaksi Cepat Pelacak Kasus (PWRCPK)-Jaja Suparja Ramli
23. Persatuan Wartawan Independen Reformasi Indonesia (PWIRI)-Ramses Ramona S
24. Perkumpulan Jurnalis Nasrani Indonesia (PJNI)-Ev. Robinson Togap Siagian
25. Persatuan Wartawan Nasional Indonesia (PWNI)-Rusli
26. Serikat Penerbit Suratkabar (SPS) Pusat- Mahtum Mastoem
27. Serikat Pers Reformasi Nasional (SEPERNAS)-Laode Haziru
28. Serikat Wartawan Indonesia (SWI)-Daniel Chandra
29. Serikat Wartawan Independen Indonesia (SWII)-Gunarso Kusumodiningrat
(sumber pasal kode etik: aliefnews.wordpress.com)
Infotainment merupakan suatu media yang mencari dan mengulas tentang profil seorang public, meliputi aktris dan actor, musisi dan lain-lain yang terkait, yang tujuannya untuk menyiarkan berita ke masyarakat tentang artis tersebut. Infotainment juga merupakan suatu karya media yang dibentuk dalam format media eletronik (televisi) maupun media cetak (Koran/majalah). Tetapi ada satu hal yang sampai sekarang masih belum jelas statusnya. Bahwa, apakah infotainment itu bias dikatakan suatu karya jurnalistik? Apakah wartawan infotainment itu dapat dikatakan sebagai jurnalis? Pertanyaan tersebut hingga sekarang belum jelas jawabannya. Melihat kode etik yang disebutkan diatas, bahwa infotainment sudah banyak melanggar pasal-pasal kode etik jurnalistik. Seperti contoh, wartawan infotainment sedang menjalani tugas dalam mencari berita artis A,, lalu artis tersebut tidak bersedia diwawancara. Tapi wartawan infotainment tersebut tetap memaksa agar mau diwawancara, berarti wartawan tersebut sudah melanggar kode etik jurnalistik pasal 2 tentang hak privasi narasumber. Dan masih banyak lagi pelanggaran-pelanggaran yang dibuat.
Bagaimanapun juga, sebagai seorang jurnalis yang berkualitas, harus mampu mematuhi rambu-rambu/undang-undang kode etik kewartawanan.
No comments:
Post a Comment